Bagaimana Negara Mengelola Industri Hulu Migas Kita?
ReporterEnergi-Industri minyak dan gas bumi (migas) secara umum melakukan lima tahapan kegiatan, yaitu eksplorasi, produksi, pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Lima kegiatan pokok ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kegiatan hulu (upstream) dan kegiatan hilir (downstream). Kegiatan usaha hulu migas adalah kegiatan eksplorasi dan produksi, sedangkan kegiatan usaha hilir adalah pengolahan, transportasi, dan pemasaran.
Kegiatan industri hulu migas terdiri atas kegiatan eksplorasi dan produksi. Eksplorasi, yang meliputi studi geologi, studi geofisika, survei seismik, dan pengeboran eksplorasi, adalah tahap awal dari seluruh kegiatan usaha hulu migas. Kegiatan ini bertujuan mencari cadangan baru. Jika ditemukan cadangan yang ekonomis untuk dikembangkan, kegiatan eksplorasi akan dilanjutkan dengan kegiatan produksi.
Kegiatan produksi adalah mengangkat migas ke permukaan bumi. Aliran migas akan masuk ke dalam sumur, lalu dinaikkan ke permukaan melalui tubing (pipa salur yang dipasang tegak lurus). Pada sumur yang baru berproduksi, proses pengangkatan ini dapat memanfaatkan tekanan alami, tanpa alat bantu. Namun, bila tekanan formasi tidak mampu memompa migas ke permukaan, maka dibutuhkan metode pengangkatan buatan.
Migas yang telah diangkat akan dialirkan menuju separator (alat pemisah minyak, gas, dan air) melalui pipa salur. Separator akan memisahkan minyak (liquid) dan gas. Liquid selanjutnya akan dialirkan menuju tangki pengumpul, sedangkan gas akan dialirkan melalui pipa untuk selanjutnya dimanfaatkan, atau dibakar, tergantung pada volume, harga, dan jarak ke konsumen gas.
Rangkaian Aktivitas Kompleks
Eksplorasi dan produksi meliputi serangkaian aktivitas kompleks dan bersifat jangka panjang. Tentunya, kegiatan sektor ini diatur dengan regulasi khusus. Dalam mengelola usaha hulu migas, Indonesia mengembangkan model kontrak bagi hasil (production sharing contract) atau kontrak kerja sama. Dengan model ini, negara memegang kontrol atas pengelolaan sumber daya migas.
Ada beberapa karakter kontrak kerja sama. Pertama, kegiatan produksi dilakukan hanya setelah cadangan dinilai komersial oleh pemerintah. Untuk mendapatkan persetujuan pemerintah, operator harus menunjukkan rencana kerja dan anggaran yang dibutuhkan. Kedua, kepemilikan migas ada di tangan pemerintah hingga titik penyerahan. Semua migas adalah milik pemerintah, sampai titik penjualan. Setelah itu, barulah kontraktor memiliki hak sebagian hasil produksi, sesuai besaran yang telah diatur dalam kontrak.
Ketiga, manajemen operasi berada di tangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang merupakan lembaga negara yang dibentuk khusus untuk melaksanakan pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha hulu migas.
Perencanaan anggaran dan program kerja kontraktor harus mendapat persetujuan dari SKK Migas, sebagai wakil dari pemerintah. SKK Migas memberikan persetujuan atas rencana kerja dan anggaran (work program and budget atau dikenal dengan istilah WP&B), biaya, dan juga metode keteknikan yang digunakan.
Dalam Kontrak Kerja Sama, Kontraktor KKS wajib menyediakan dana awal untuk membiayai kegiatan hulu migas baik pada fase eksplorasi maupun fase produksi. Bila berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis, maka lapangan akan mulai berproduksi. Pengembalian biaya investasi hanya diberikan setelah menghasilkan migas, yaitu dengan cara dicicil dari sebagian hasil produksi migas. Kontraktor KKS akan menerima bagiannya berupa sejumlah volume minyak atau gas (in kind).
Bisnis hulu migas adalah proyek negara. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua pihak mendukung industri hulu migas. Sumber : Kompas (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/11/175019226/Bagaimana.Negara.Mengelola.Industri.Hulu.Migas.Kita.)
Category: Artikel, Ekonomi, Migas, Migas Pedia
0 comments